Tausiyah

"Maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh pekerjaan yang lain", (QS. Alam Nasyrah/94 : 7)

Kamis, 20 Oktober 2011

PADAMNYA CAHAYA ILMU

Oleh : Indra Suherman, S.HI, M.Ag
(Kepala KUA Kecamatan Ampek Nagari Kab. Agam)

Imam besar Asy Syafii pada waktu masih muda pernah duduk di Majelis Pengajian Imam Malik di Madinah Al Munawwarah di Masjid Nabi. Dalam suatu pelajaran Imam Malik membacakan hadis-hadis Rasul Saw. dan biasanya ketika menyebutkan sebuah hadis, Imam Malik berkata : “Dari Fulan, dari Fulan dan dari pemilik makam ini”, seraya menunjuk ke kubur Rasul Saw. saat itu, ketika menunjuk ke kubur Nabi, Imam Malik melihat Imam Asy Syafii sedang memainkan bagian tikar setelah ia membasahinya dengan air ludah yang ditaruh di tangannya. Melihat hal tersebut Imam Malik pun sedih. Ia menunggu sampai selesai membacakan 40 buah hadis, setelah itu ia memanggil Imam Asy Syafii.
Imam Asy Syafii datang dan duduk di hadapan Imam Malik. “Mengapa engkau bermain-main ketika dibacakan hadis Rasulullah Saw ?” tanya Imam Malik. Imam Syafii menjawab : “Wahai Tuan, aku tidak bermain-main, aku sedang mencatat dengan air ludahku apa yang anda katakan agar aku tidak lupa karena aku seorang fakir yang tidak mampu membeli kertas dan pena”. Imam Malik terperangah. “Jika engkau benar”, kata Imam Malik selanjutnya, “Coba bacakan walaupun hanya satu hadis dari 40 hadis yang telah kubacakan tadi”. Imam Syafii pun duduk seperti kebiasaan gurunya itu duduk, lantas berkata : “Dari Fulan, dari Fulan dan dari pemilik makam ini”, seraya menunjuk ke kubur Rasulullah Saw seperti gurunya. Setelah itu ia membacakan ke 40 hadis tersebut.
Imam Malik kagum dengan kecerdasan Imam Syafii dan ia berkata : “Aku melihat Allah telah meletakkan cahaya di dalam hatimu, maka janganlah engkau padamkan cahaya itu dengan maksiat”.
Demikianlah, betapa tinggi dan luhurnya seorang manusia ketika ia memiliki ilmu yang mendalam sebagai anugerah dari Allah Swt kepadanya. Maka selayaknyalah ilmu tersebut dijaga dan dipertahankan oleh yang memilikinya. Salah satu cara menjaga ilmu tersebut adalah dengan tidak melakukan maksiat atau berbuat dosa kepada Nya. Ketika seseorang terlanjur berbuat maksiat atau dosa maka pada waktu yang bersamaan Allah Swt juga akan mencabut sebagian ilmu yang telah diberikan-Nya itu. 
Tak salah, pada suatu hari Imam Syafii merasa bahwa kecerdasannya tidak seperti yang sudah-sudah. Ia lalu pergi kepada gurunya, Imam Waki’ dan mengadukan hafalannya yang buruk itu. Peristiwa ini diceritakannya dalam sebuah sya’ir :
Aku mengadukan kepada Waki’ buruknya hafalanku
Maka ia menunjukkanku untuk meninggalkan maksiat
Ia memberitahukan bahwa ilmu adalah nuur
Dan nuur Allah tidak diberikan Allah kepada orang yang bermaksiat”.

Orang yang berilmu merupakan kebanggaan banyak orang. Prestise manusia yang berilmu akan semakin tinggi sebanding dengan ilmu yang ia miliki. Ia dimuliakan oleh Allah Swt seperti telah dijelaskan oleh Allah Swt di dalam Al Qur’an surat al Mujadalah ayat 11 yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu : “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan kepadamu. Dan apabila dikatakan : “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Mujadalah / 58 : 11).

Demikianlah janji Allah bagi orang-orang yang beriman dan berilmu bahwa Dia akan meninggikan derajatnya melebihi orang-orang yang tentunya kurang beriman dan kurang berilmu.
Imam besar asy Syafii adalah satu dari sekian ulama yang mungkin lebih sedikit dosanya di banding kita. Akan tetapi, seorang Guru, Waki’, langsung mengaitkan buruknya hafalan muridnya Imam Syafii dengan perbuatan maksiat yang mungkin terlanjur dia lakukan. Maksiat adalah asbab memudarnya cahaya ilmu yang dimiliki.
Oleh sebab itu wahai sahabatku yang ‘alim, mari kita sekuat diri menjaga dari perbuatan maksiat dan dosa agar ilmu yang telah diberikan oleh Allah Swt tetap bertahan dan bisa memberi manfaat besar bagi kita, keluarga dan orang lain. Benar bahwa ilmu adalah nur atau cahaya Allah Swt. dan tentu tidak mungkin diletakkan dan dipertahankanNya pada pelaku maksiat yang tidak diridhoi Nya. Mari kita selalu berlindung kepada Zat Yang Maha ‘Alim ini, semoga Ia tidak menghapus dan tetap mempertahankan atau bahkan menambah ilmu-ilmu kita. Kita tentu takut kalau ilmu kita menghilang begitu saja tanpa bisa dimanfaatkan kembali. Na’udzubillah !
Wallahu a’lam bishshawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bujangpamanih@gmail.com